Pages

Rabu, 23 Oktober 2019

(EUFIMISME DAN DISFEMISME DALAM BAHASA INDONESIA)

Eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar. Kata eufemisme berasal dari bahasa Yunani euphemisme yang artinya berbicara baik. Eufemisme juga berarti elegan, halus, lemah lembut, meletakkan rapi dan baik yang dinyatakan. Ini dipakai untuk menyebut sesuatu yang dirasakan mengganggu atau tidak enak, agar terdengar lebih enak atau menjadi yang sebenarnya. Caranya adalah dengan mengganti kata-kata yang memiliki konotasi ofensif dengan ungkapan lain yang menyembunyikan kata yang tidak enak tersebut, dan bahkan menjadi sebutan yang sifatnya positif (Leech,2003:71). Seperti misalnya untuk mengatakan pemecatan bagi anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dikatakan recall, hal ini karena untuk menyatakan langsung pemecatan terasa tidak enak, maka digunakan kata recall yang artinya menarik kembali tugas anggota DPR dari yang bersangkutan, hal ini biasanya karena yang bersangkutan melakukan kesalahan.
Eufemisme juga merupakan sebuah gaya bahasa yang berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan, atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan(Keraf, 1996:132). Jadi, dapat dikatakan eufemisme terjadi karena adanya keinginan dari pengguna bahasa untuk merekayasa asosiasi makna yang enak didengar dari kata yang memiliki asosiasi yang tidak dikehendaki,. Tujuannya adalah membuat komunikasi bahasa berjalan dengan baik dan tidak menampar muka lawan bicara. Oleh karena itu, jika ada hal yang tidak enak didengar atau dapat menyinggung perasaan pihak-pihak tertentu, maka saat itulah eufemisme hadir sebagai jalan keluar bagi komunikasi bahasa yang baik. Dalam komunikasi politik, eufemisme diperlukan untuk menghindari ketakberterimaan dari sasaran komunikasi. Seperti kata pemekaran wilayahyang arti sebenarnya pemecahan wilayah. Kata pemecahan tidak dipilih karena maknanya dapat mengganggu fungsi negara kesatuan.
Contoh : "Di mana 'tempat kencing'nya?" dapat diganti dengan "Di mana 'kamar kecil'nya?". Kata "tempat kencing"(dalam bahasa sehari-hari biasa juga disebut WCtidak cocok jika akan digunakan untuk percakapan yang sopan. Kata "kamar kecil" dapat menggantikannya. Kata "kamar kecil" ini konotasinya lebih sopan daripada kata "tempat kencing". Jadi dalam eufemisme terjadi pergantian nilai rasa dalam percakapan dari kurang sopan menjadi lebih sopan.
Disfemisme merupakan suatu ungkapan dengan konotasi kasar, tidak sopan, atau menyakitkan hati mengenai sesuatu atau seseorang atau keduanya, dan merupakan pengganti untuk ungkapan netral (biasa) atau eufemisme karena alasan-alasan tertentu (Allan dan Burridge dalam Iorio, 2003). Menurut Abdul Chaer (1995: 145) disfemia digunakan biasanya untuk menunjukkan kejengkelan atau dilakukan orang pada situasi yang tidak ramahserta menarik perhatian orang lain. Misalnya, kata disinggahi adalah kata biasa yang bersifat lugas, lalu diganti dalam disfemisme dengan kata disanggong seperti dalam kalimat bukan hanya kantor yang disanggong aparat, ternyata sejumlah studio foto tempat saya mencuci dan mencetak telah juga dijaga petugas. Selain itu, disfemisme menjadikan sesuatu terdengar lebih buruk atau lebih jelek. Seperti yang diungkapkan Smith (2003) bahwa disfemisme merupakan suatu pernyataan yang berfungsi menjadikan sesuatu terdengar lebih buruk atau lebih serius daripada kenyataanya dan kebalikan dari eufemisme.

RANGKUMAN MATERI KELOMPOK XI (ANALISIS KOMPONEN MAKNA DALAM BAHASA INDONESIA)
Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut. Analisis ini mengandaikan setiap unsur leksikal memiliki atau tidak memiliki suatu ciri yang membedakannya dengan unsur lain (Chaer, 2009:115). Pengertian komponen menurut Palmer ialah keseluruhan makna dari suatu kata, terdiri atas sejumlah elemen, yang antara elemen yang satu dengan yang lain memiliki ciri yang berbeda-beda (Aminuddin, 2008:128).
Analisis dengan cara seperti ini sebenarnya bukan hal baru, R. Jacobson dan Morris Halle dalam laporan penelitian mereka tentang bunyi bahasa yang berjudul Preliminaries to Speech Analysis: The Distinctive Features and Their Correlates telah menggunakan cara analisis seperti itu. Dalam laporan itu mereka mendeskripsikan bunyi-bunyi bahasa dengan menyebutkan ciri-ciri pembeda di antara bunyi yang satu dengan bunyi yang lain. Bunyi-bunyi yang memiliki sesuatu ciri diberi tanda plus (+) dan yang tidak memiliki ciri itu diberi tanda minus (-). Konsep analisis dua-dua ini lazim disebut analisis biner oleh para ahli kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata yang lain.
Berkaitan dengan analisis komponen makna terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
(1)    Pembeda makna dan hubungan antarkomponen makna
(2)    Langkah analisis komponen makna
(3)    Hambatan analisis komponen makna
(4)    Prosedur analisis komponen makna
Pembeda Makna dan Hubungan antarkomponen Makna
Untuk dapat menganalisi komponen makna seseorang perlu mengetahui hubungan-hubungan makna yang ada di dalam kata-kata. Misalnya kata melompat dan melompat-lompat mempunyai hubungan makna dan perbedaan makna, sehingga diperlukan komponen pembeda. Lain halnya jika kata melompat dibandingkan dengan kata melihat, terdapat kenyataan bahwa kedua kata itu tidak memperlihatkan hubungan makna. Komponen pembeda makna akan jelas apabila diketahui komponen makna. Komponen makna diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh kedekatan, kemiripan, kesamaan, dan ketidaksamaan suatu makna kata.
Berdasarkan hal tersebut di atas pembeda makna akan terjadi karena beberapa hal berikut ini.
(1) Perbedaan bentuk akan melahirkan perbedaan makna; dan
(2) Perubahan bentuk akan melahirkan hubungan makna.

(METONIMIA DALAM BAHASA INDONESIA)

Kata metonimia diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti nama. Dengan demikian, metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil penemuan, pemilik untuk barang yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan sebagainya.
Metonimia disebut oleh Keraf (1992:142) sebagai bagian dari sinekdoke. Sinekdoke dibagi menjadi dua yaitu pars pro toto: pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek, dan totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
Contoh  : “Ia membeli sebuah chevrolete.”
“Saya minum satu gelas, ia dua gelas.”
“Pena lebih berbahaya dari pedang.”
“Ia telah memeras keringat habis-habisan.”
Parera (2004:121) menyebut metonimia sebagai hubungan kemaknaan. Berbeda halnya dengan metafora, metonimia muncul dengan kata-kata yang telah diketahui dan saling berhubungan. Metonimia merupakan sebuta pengganti untuk sebuah objek atau perbuatan dengan atribut yang melekat pada objek atau perbuatan yang bersangkutan. Misalnya, “rokok kretek” dikatakan “belikan saya kretek”. Metonimia menurut Parera (2004:121-122) dapat dikelompokkan bedasarkan atribut yang mendasarinya, misalnya metonimia dengan relasi tempat, relasi waktu, relasi atribut (pars prototo), metonimia berelasi penemu atau pencipta, dan metonimi berdasarkan perbuatan.
Metonimia berdasarkan atribut tempat, dicontohkan oleh Parera seperti “Pasar Blok M” disingkat “Blok M”sebagai singkatan nama bioskop yang terkenal di tempat tersebut pada masa tertentu, yakni “bioskop Majestik”. Di tahun 60-an di Jakarta Pusat terdapat gedung bioskop megah dengan nama “Metropole” dan tahun 80-an  diganti dengan nama “Megaria”. Masing-masing daerah dikenal dengan ciri atribut yang menonjol dan pada umumnya penduduk akan menyebutkan daerah tersebut berdasarkan ciri atribut yang terkenal.
Metonimi berdasarkan atribut waktu, contohnya “Datanglah setelah magrib”, “Subuh nanti kita berangkat”. Waktu Shalat bagi umat Islam seperti Magrib dan Subuh atau Misa bagi orang kristiani biasanya dipakai sebagai ukuran dan pembagian waktu di Indonesia.
Metonimi berdasarkan unsur bagian untuk seluruhnya atau disebut tipe pars pro toto. Contohnya, Militer atau tentara Nasional Indonesia (TNI) dikenal dengan sebutan “baju hijau”, kelompok pasukan tentara Angkatan Darat yang khusus disebut dengan “Baret Merah”.
Metonimi berdasarkan penemu dan pencipta, dicontohkan oleh Parera sebagai bentuk penyebutan penemu sesuatu. Misalnya, jika seorang ahli fisika mengatakan “satu ampere adalah aliran listrik yang satu volt dapat mengirim melali satu ohm”, maka ia telah menyebut tiga tokoh utama dalam bidang ilmunya, yakni Andre Ampere (orang Prancis), Count Alssandro Volta (orang Italia), dan George Simon Ohm (orang Jerman).








RANGKUMAN MATERI KELOMPOK IX (METAFORA DALAM BAHASA INDONESIA)

Metafora, kata Monroe adalah “puisi dalam miniatur”. Metafora menghubungkan makna harfiah dengan makna figuratif dalam karya sastra. Dalam hal ini, karya sastra merupakan karya wacana yang menyatukan makna eksplisit dan implisit. Secara etimologis, terminologi metafora dibentuk melalui perpaduan dua kata Yunani—“meta” (diatas) dan “pherein” (mengalihkan/memindahkan). Dalam bahasa Yunani Modern, kata metafora juga bermakna “transfer” atau “transpor”. Dengan demikian, metafora adalah pengalihan citra, makna, atau kualitas sebuah ungkapan kepada suatu ungkapan lain (Classe: 2000: 941). Pengalihan tersebut dilakukan dengan cara merujuk suatu konsep kepada suatu konsep lain untuk mengisyaratkan kesamaan, analogi atau hubungan kedua konsep tersebut. Sebagai contoh, dalam metafora “Pelanggan adalah raja,” berbagai citra atau kualitas seorang raja, seperti kekuasaan, pengaruh, posisi, dan sebagainya dipindahkan kepada pelanggan. Ungkapan Shakespeare yang sangat terkenal “All the world’s a stage” adalah contoh metafora yang sering dikutip. Metafora ini mengindikasikan bahwa “the world” dan “stage” adalah dua hal yang analog. Karena metafora merupakan sebuah topik kajian utama berbagai disiplin ilmu, terutama linguistik, teori kesusastraan, filsafat, dan psikologi, konsep-konsep tentang metafora, termasuk definisinya, sangat beragam (Picken: 1988: 108). Hingga saat ini, terdapat paling tidak empat teori metafora yang mengungkapkan metafora dengan berbagai sudut pandang. Berikut ini adalah uraian singkat tentang keempat teori tersebut, yang secara khusus ditinjau dari perspektif penerjemahan.
Contoh:
·         Engkau belahan jantung hatiku sayangku. (sangat penting)
·         Raja siang keluar dari ufuk timur
·         Jonathan adalah bintang kelas dunia.
·         Harta karunku (sangat berharga)
·         Dia dianggap anak emas majikannya.
·         Perpustakaan adalah gudang ilmu.
Teori Metafora
a.         Teori PERBANDINGAN ( Perbandingan Teori )

b.        Teori Interaksi

(SINONIMI DAN ANTONIMI DALAM BAHASA INDONESIA)

Sinonimi berasal dari bahasa Yunani kono yaitu Onoma yang berarti nama, dan Synyang berarti dengan. Maka sinonimi berarti Nama lain untuk benda atau hal yang sama. Verhaar (1978) mendefinisikan sebagai ungkapan ( bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.
Contoh:
       Kata: buruk dan jelek
       Kata: Bungakembang dan puspa
a  Kata: Matiwafatmeninggal dan mampus
Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Jadi kalau kata bunga bersinonim dengan kata kembang, maka kata kembang juga bersinonim dengan kata bunga.
Sinonimi “maknanya kurang lebih sama” ini berarti, dua buah kata yang bersinonim itu, kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja. Kalau dua buah kata yang bersinonim tidak memiliki makna yang persis sama, yang sama apanya? Menurut teori Verhaar yang sama adalah informasinya.
Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras makna saja.
Verhaar (1978) mendefinisikan antonimi adalah ungkapan (bisa berupa kata, tetapi dapat juga berbentuk frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Antonimi sering disebut dengan lawan kata, maksudnya maknanya kebalikan dari makna ungkapan lain.
Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras makna saja.

RINGKASAN MATERI KELOMPOK V (HOMONIMI DALAM BAHASA INDONESIA)
Dua buah kata atau lebih mungkin mempunyai bunyi yang identik. Inilah yang disebut homonimi. Misalnya kata kali yang berarti ‘sungai’ dan kata kali yang berarti ‘kelipatan’. Ullman (1972: 176) menjelaskan bahwa terdapat 3 cara dalam terbentuknya homonim.
Cara terbentuknya homonim yang pertama yaitu konvergensi fonetis (pemusatan/perpaduan bunyi). Akibat pengaruh bunyi maka dua atau tiga kata yang semula berbeda bentuknya, lalu menjadi sama bunyinya dalam bahasa lisan atau kadang-kadang sama ketulisannya. Dalam bahasa Indonesia kata sah sering diucapkansyah, sehingga menimbulkan homonimi: syah  ‘raja’ – syah ‘sudah menurut hukum. Ini berarti bahwa homonimi tidak akan muncul kalau orang tidak mengucapkan sah menjadisyah yang menyatukan dua bunyi menjadi satu.
Homonim Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Homonim adalah kata yang sama lafadh dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya karena berasal dari sumber yang berlainan (seperti hak pada hak asasi manusia, dan hak pada hak sepatu).
Pengertian Homograf
Homograf (bahasa Yunani: μός, homós, "sama" dan γράφω, gráphō, "tulis") adalah suatu kata yang sama ejaannya dengan kata lain, tetapi berbeda lafadhnya dan maknanya. Dalam bahasa Indonesia, contoh homograf antara lain adalah "teras" yang dapat bermakna inti kayu atau bagian rumah, dan "apel", yang dapat bermakna buah atau kumpul.
Pengertian Homofon
Homofon (bahasa Yunani: μός, homós, "sama" dan φωνή, phōn , "bunyi") adalah kata yang diucapkan sama dengan kata lain tetapi berbeda dari segi maksud. Perkataan-perkataan yang homofon mungkin dieja dengan serupa atau berbeda; "buku" (bahan bacaan) dan "buku" (bagian di antara dua ruas); "massa" (dalam perkataan media massa) dan "masa" (waktu). Perkataan-perkataan ini adalah serupa dari segi sebutan tetapi mempunyai arti yang berbeda, atau merujuk kepada perkara yang tidak sama. Homofon merupakan sejenis homonim, meskipun kadang-kala homonim digunakan untuk merujuk hanya kepada homofon yang mempunyai ejaan yang sama tetapi arti yang berlainan. Istilah ini juga digunakan untuk unit-unit yang lebih singkat daripada perkataan, seperti huruf atau beberapa huruf yang disebut sama dengan huruf lain atau kumpulan huruf yang lain.
Homofon adalah istilah yang berlawanan dengan homograf.

 

(c)2009 AFIAH. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger