Pages

Minggu, 26 April 2015

Friends are born, not made - Henry B. Adams

Ada yang pernah bilang kepadaku, “Kalau ada masalah kita bicarakan baik-baik”, ada juga yang terlintas diingatanku kalau kita semua menganggap bahwa kita adalah saudara tak sedarah, saudara tak seayah tak seibu. Lalu Aku kembali ragu yang merasa diriku adalah sahabatmu, petaka apa yang menimpa kita kemarin malam dan masih berlakukah semboyan di atas?
Salah seorang di antara kita merasa didiskriminasikan, padahal kasih sayang sama saja menurutku. Tak ada diskriminasi. Maaf kalau ajakan kami tak menyebut namamu secara konvensional dan formal. Tapi apakah kita semua yang terkesan autis dan sering membully satu sama lain menjadi rentan hanya karena hal ini? Sungguh Aku menyesalinya, malahan di luar perkiraannku.         Malam yang semestinya dihabiskan oleh kumpulan sahabat untuk saling bercanda dan tertawa tiba-tiba menjadi diam dan kaku saat kembali ke peraduannya masing-masing. Semuanya bertanya-tanya.
Aku tak bermaksud menghakimimu, aku beberapa kali melihatmu menangis tanpa sebab, entah teringat Ibumu atau karena sikap kami yang menurutmu keterlaluan. Aku dan beberapa yang lainnya tahu, tapi kami kadang memilih bungkam karena yakin dan percaya kau hanya akan menjawabnya dengan kalimat tak apa-apa. Kami semua tahu kamu tipe orang yang banyak tertawa dan gampang tersentuh, tapi kami tak tahu kamu akan sebegitunya kemarin malam. Tak ada yang berniat melupakan satu sama lain, jika panggilan “anak-anak” artinya kita semua ikut terlibat, tak perlu ada panggilan formal, sayang. Mengapa tadinya kita yang tak tahu malu menjadi canggung begini? Aku sendiri tak tahu.
Aku tak akan banyak berkoar lagi. Aku hanya ingin mengucap maaf untuk semua bila pernah menyakiti hati kalian baik sengaja atau tidak. Maaf kalau aku pernah pergi tanpa mengajak kalian, maaf kalau aku atau beberapa dari kita pergi tanpa memberi tahu yang lainnya, maaf bila aku atau beberapa yang lainnya juga sering marah-marah bila ada yang malas kerja tugas, maaf kadang menyusahkan dan cerewet, maaf kalau aku juga tipe tertutup seperti sahabat kita yang kuceritakan sebelumnya J, dan akan bertumpuk-tumpuk maaf yang kuucap apabila aku menerjemahkannya sekaligus di sini. Bukankah maaf yang tulus dari hati lebih indah dan bermakna... Semoga kita semua bisa lebih dewasa satu sama lain untuk setiap masalah, semoga kita selalu ada dalam suka dan duka, semoga kita wisuda bersama-sama walau aku tak yakin akan hal itu karena ada yang benar-benar cuek dengan kuliahnya, semoga semoga dan semoga. Maaf untuk semuanya, sekali lagi maaf bila aku menangis menuliskan ini semua.
Aku harap kita semua tetap sama, tak ada yang berubah, tetap solid. Aku sudah menganggap kalian sebagai saudara di perantauanku, karena kita satu sama lain saling melindungi, saling memahami, dan saling menyayangi. Aku percaya itu. Semoga kalian juga. I need you, more more more than you know guys! 

Teruntuk
Yang merasa & Teman berbagiku di bangku kuliah (AAGKD)

Makassar, 27 April 2015






Minggu, 05 April 2015

BALADA MALAM DAN AKU~



Terlalu banyak yang ingin disampaikan malam. Dia ingin berkeluh kesah tentang kisahnya yang hanya berkisar hitam dan merah. Tapi bukankah malam yang gelap selalu diikuti dengan pagi yang terang? Malam semestinya bersyukur atas hal ini.
Langit yang kita lihat hanya berkisar hal-hal yang biasa tanpa tahu apa yang ada dibaliknya, langit bisa tertawa cerah, dan juga bisa murka. Bukankah alam selalu memberikan kita kejutan yang tak terduga? Ah.. semestinya kali ini Aku yang bersyukur.
Tapi, mengapa masih ada kesedihan wahai malam? Sepertinya aku yang ingin berkeluh kesah padamu saat ini. Kau begitu tenang, diiringi bintang di beberapa bagian tubuhmu yang anggun. Entah mengapa malam ini kau begitu bersinar, bahagiakah? Atau malah kau akan mengecohku ingin menangis saat aku terlelap nanti menyisakan sejukmu menusuk tulang? Aku sedikit ingin berbagi padamu tentang keluhku, tentang kisahku.
Malam… kau pernah merasa sendiri? Ah pasti tidak, kau selalu ada yang menemani, begitu penilaianku. Aku kadang iri terhadapmu, banyak bintang di sekitarmu saat kau gelap, bahkan sat kau memerah, hujan selalu mengiringimu.
Aku tahu ada yang tak ingin kau bagi, kau begitu tinggi dan angkuh namun sekaligus membuatku nyaman untuk lama-lama memandangmu walau kadang membuatku pusing sendiri karena mendongak.
Heii.. bintang di sebelahmu sangat terang, begitu cantik, dan bintang yang terang juga akan cepat hilangnya. Begitukah perasaan? Jika terlalu menggebu-gebu akan cepat menghilang karena hanya manis diawal? Aku tak tahu menahu soal teori bintang. Aku hanya mengagumimu saja, wahai raja angkuh. Tapi kalau aku pikir-pikir lagi, wajar bila kau angkuh terhadap apa yang dibawahmu.
(…)
(…)
Wahai manusia, kau sok maha tahu denganku, aku tetaplah malam yang akan tetap menyimpan misteri, kau tak akan tahu denganku esok, dan seterusnya. Bukankah kejutan itu menyenangkan? – di kala malam gerhana bulan total.


 

(c)2009 AFIAH. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger