Pages

Senin, 02 Mei 2016

SEMIOTIK DALAM PUISI “AKU INGIN” KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO



NUR’ AFIAH
105 337 017 12
VI B

SEMIOTIK DALAM PUISI “AKU INGIN” KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO
Analisis semiotik memandang karya sastra, dalam hal ini puisi, sebagai sistem tanda yang bermakna. Tiap-tiap fenomena (unsur puisi) diyakini mempunyai makna atau arti, sehingga menganalisis puisi sampai menemukan makna yang dimaksud merupakan suatu keharusan. Kecuali itu fungsi estetik setiap unsur dalam puisi juga perlu dibahas. Semiotik yang dimaksud di sini antara lain: (1) komponen tanda (lambang/simbol, makna), (2) tingkatan tanda (denotasi/konotasi), (3) relasi antar tanda (metafora).

1.        Komponen Tanda (lambang atau simbol, makna)

Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

a.        Lambang atau simbol
Lambang atau simbol yang dimaksud adalah mencintaimu, sederhana,  kayu, api, abu, awan, hujan, dan tiada
b.        Makna
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Sederhana menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) 1 bersahaja; tidak berlebih-lebihan: hidupnya selalu –; 2 sedang (dl arti pertengahan, tidak tinggi, tidak rendah, dsb): harga –; 3 tidak banyak seluk-beluknya (kesulitan dsb); tidak banyak pernik; lugas.Artinya, Aku-Lirik ingin mencintai sesorang dengan cara yang tidak berlebihan, sedang dan secara tulus, apa adanya dan hanya untuk seseorang yang ia cintai. Dengan kata yang tak sempat diucapkan Kayu kepada api yang menjadikanya abu. Kata-kata ini memunculkan pengertian bahwa ‘Aku-lirik’ tidak sempat mungungkapkan perasaan cintanya kepada orang yang ia cintai. Hal ini diperjelas dengan kata kayu yang telah menjadi abu. Begitu juga dengan bait berikutnya Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Bait ini mempunyai pengertian hampir sama dengan yang sebelumnya, yaitu tentang keterlambatan seseorang dalam mengungkapkan isi hatinya kepada orang yang ia cinta. Jadi, saya bisa menarik kesimpulan puisi ini bercerita tentang keterlambatan seseorang dalam mengungkapkan isi hatinya kepada orang yang ia cinta. Saat ia ingin mencintai orang dengan sederhana namun ia terlambat untuk mengungkapkannya, mungkin karena berbagai faktor yang menjadi  kendala sehingga kesempatan itu hilang begitu saja.
2.        Tingkatan Tanda
Tingkatan tanda adalah cara pengombinasian tanda serta aturan yang melandasinya, kemungkinan untuk dihasilkan makna sebuah teks baru.
Tingkatan Tanda Denotasi Terdapat pada Kata :
Kata  Mencintaimu berasal dari kata cinta yang berarti meyukai, mengasihi, dan menaruh hati kepada seseorang. Sederhana menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)berarti  bersahaja atau tidak berlebih-lebihan. Kayu  berarti pohon yang batangnya keras atau bagian batang (cabang, dahan) yang pokonya keras. Kata Api berarti panas dan cahaya dari sesuatu yang terbakar, berkobar, serta menggelora. Abu yaitu material padat setelah pembakaran oleh api. Sedangkan Awan berarti massa yang dapat dilihat dari tetesan air atau Kristal beku, tergantung di atmosfer di atas permukaan bumiatau permukaan planet lain. Dan Hujan adalah titik-titik yang berjatuhan dari udara karena proses pendinginan. Serta Tiada yang berarti hilang, mati, lenyap (tidak ada).
Tingkatan Tanda Konotasi Terdapat pada Kata :
Menurut hemat saya, jika dirunut berdasarkan kata per kata, maka makna konotasi tak akan Nampak. Namun, jika dirunut berdasarkan penggalang kalimat di beberapa bait, maka akan nampak makna kiasan. Puisi ini menggunakan majas personifikasi, yaitu semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan (pelambangan). Tergambar pada kalimat Dengan kata yang tak sempat diucapkan Kayu kepada api yang menjadikanya abu yang berarti apabila kayu telah dilalap api maka yang tertinggal hanya abu atau sia-sia belaka.  Dari pernyataan puisi tersebut, dapat dilihat bahwa bagaimana Sapardi menggunakan bahasa yang begitu sederhana namun mampu menorehkan arti yang dalam dan sangat berkesan.
3.        Relasi Antar Tanda
Relasi antar tanda yang meliputi metafora dalam puisi “Aku Ingin” yaitu:
Kayu kepada api yang menjadikanya abu dan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada yang berarti sesuatu yang sia-sia. Keduanya merupakan metafora yan mengandaikan keterlambatan sehingga mengakibatkan penyesalan. Keduanya saling berkaitan dan memiliki kesamaan arti jika dimaknai dengan benar. 









I MANYA

Tulisan beberapa tahun yang lalu dan baru sempat tertuang di sini.



Sepertinya aku merasakan apa yang dia rasakan. Merasa terasingkan mungkin, kesepian sudah pasti, bahkan merasakan sesak di dada yang selalu menghimpit kapanpun rasa itu mau muncul. Karena rasa itu muncul dengan semaunya, seperti pula cinta dan penderitaan.
Pernah membayangkan menjadi janda yang hanya mempunyai 2 anak dan anaknya tepisah jarak olehnya. Pasti sakit. Selalu merasa kesepian. Setiap hari dia harus bekerja sendiri karena tak ada yang bisa dimintai tolong, semuanya dikerjakan serba sendiri. Hingga wajahnya pun terlihat lebih tua daripada umurnya. Dia keriput dan jalannya mulai tertatih-tatih, kerutan di wajahnya terlihat penuh dengan beban. Tapi dia masih bisa tersenyum, walaupun terkadang senyum itu senyum palsu yang berusaha dia aslikan.
Tinggal di daerah pedalaman membuatnya susah untuk selalu pergi ke mana-mana. Tinggal bersama sang anak pun rasanya lain. Tak ingin memberatkan dan tak ingin meninggalkan gubuk tuanya yang sudah semakin lapuk. Kasihan dia, wanita tegar yang berdiri di ufuk barat sambil memanggul kayu bakar untuk memasak. Malam-malamnya pun mungkin tak kalah kelamnya. Aku berharap tak mencekam tapi rasa kesepian tak bisa dicegah, tidur ditemani temaram lampu 5 watt dan berbagai suara di sekitarnya yang setia menemani. Paginya mungkin monoton, berteman sepi dan berkawan hening. Hiburannya mungkin hanya televisi dan radio penghambat sunyi.
Sayang, dia selalu menolak ajakan anaknya untuk tinggal bersama. Dia tidak mau, sesekali cucunya datang untuk berkunjung dan bermalam, dia merasa sangat bahagia, walaupun tak ditampakkan tapi dalam hatinya dia pasti sangat senang. Tapi, saat cucu maupun anaknya hendak pulang ada rasa lain yang menghampiri hatinya, rasa mencekam! Ternyata rasa itu hanya sementara elu-nya.
”Aku hanya wanita tua yang berharap anak-anak dan cucu-cucuku baik-baik saja, semoga nasibnya tak sepertiku yang dicampakkan. Aku sudah bersyukur punya mereka, dan semoga mereka selalu mengingatku. Di setiap do’aku aku selalu menyisipkan nama anak cucuku di dalamnya. Sebuah do’a tulus Ibu untuk anak-anaknya. Mungkin aku sudah renta, dan aku sadar aku semakin dekat dengan ajalku. Tapi keinginanku sederhana Tuhan, bahagiakan mereka yang kusayang, aku sudah sangat bahagia melihat mereka sudah menemukan jodohnya yang tepat. Tak sepertiku yang dimadu. Aku bersyukur anak-anakku semuanya baik, cucu-cucuku juga baik dan sehat-sehat. Kalau ada waktu dan rindu sudah membebaniku aku selalu menjenguk mereka, aku bangga punya mereka semua”.
Tapi, dia tetap wanita kuat. Lebih kuat dari batu karang yang terhempas. Semoga wanita itu baik-baik saja. Semoga malam-malamnya selalu diisi dengan doa-doanya yang penuh ketulusan, semoga saja dia selalu dalam lindungan Allah, dan semoga saja dia bisa melihat orang yang menulis cerita ini mendapat jodoh yang tepat dan sukses nantinya :’)


                                                                                                TERUNTUK
                                                                                                I MANYA
Senin sore, 17:34, Barata
(Afiah)
 

(c)2009 AFIAH. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger