Sepertinya aku merasakan apa yang dia rasakan. Merasa terasingkan
mungkin, kesepian sudah pasti, bahkan merasakan sesak di dada yang selalu
menghimpit kapanpun rasa itu mau muncul. Karena rasa itu muncul dengan
semaunya, seperti pula cinta dan penderitaan.
Pernah membayangkan menjadi janda yang hanya mempunyai 2 anak dan
anaknya tepisah jarak olehnya. Pasti sakit. Selalu merasa kesepian. Setiap hari
dia harus bekerja sendiri karena tak ada yang bisa dimintai tolong, semuanya
dikerjakan serba sendiri. Hingga wajahnya pun terlihat lebih tua daripada
umurnya. Dia keriput dan jalannya mulai tertatih-tatih, kerutan di wajahnya
terlihat penuh dengan beban. Tapi dia masih bisa tersenyum, walaupun terkadang
senyum itu senyum palsu yang berusaha dia aslikan.
Tinggal di daerah pedalaman membuatnya susah untuk selalu pergi ke
mana-mana. Tinggal bersama sang anak pun rasanya lain. Tak ingin memberatkan
dan tak ingin meninggalkan gubuk tuanya yang sudah semakin lapuk. Kasihan dia,
wanita tegar yang berdiri di ufuk barat sambil memanggul kayu bakar untuk
memasak. Malam-malamnya pun mungkin tak kalah kelamnya. Aku berharap tak
mencekam tapi rasa kesepian tak bisa dicegah, tidur ditemani temaram lampu 5
watt dan berbagai suara di sekitarnya yang setia menemani. Paginya mungkin
monoton, berteman sepi dan berkawan hening. Hiburannya mungkin hanya televisi
dan radio penghambat sunyi.
Sayang, dia selalu menolak ajakan anaknya untuk tinggal bersama. Dia
tidak mau, sesekali cucunya datang untuk berkunjung dan bermalam, dia merasa
sangat bahagia, walaupun tak ditampakkan tapi dalam hatinya dia pasti sangat
senang. Tapi, saat cucu maupun anaknya hendak pulang ada rasa lain yang
menghampiri hatinya, rasa mencekam! Ternyata rasa itu hanya sementara elu-nya.
”Aku hanya wanita tua yang berharap anak-anak dan cucu-cucuku baik-baik
saja, semoga nasibnya tak sepertiku yang dicampakkan. Aku sudah bersyukur punya
mereka, dan semoga mereka selalu mengingatku. Di setiap do’aku aku selalu
menyisipkan nama anak cucuku di dalamnya. Sebuah do’a tulus Ibu untuk
anak-anaknya. Mungkin aku sudah renta, dan aku sadar aku semakin dekat dengan
ajalku. Tapi keinginanku sederhana Tuhan, bahagiakan mereka yang kusayang, aku
sudah sangat bahagia melihat mereka sudah menemukan jodohnya yang tepat. Tak
sepertiku yang dimadu. Aku bersyukur anak-anakku semuanya baik, cucu-cucuku
juga baik dan sehat-sehat. Kalau ada waktu dan rindu sudah membebaniku aku
selalu menjenguk mereka, aku bangga punya mereka semua”.
Tapi, dia tetap wanita kuat. Lebih kuat dari batu karang yang terhempas.
Semoga wanita itu baik-baik saja. Semoga malam-malamnya selalu diisi dengan
doa-doanya yang penuh ketulusan, semoga saja dia selalu dalam lindungan Allah,
dan semoga saja dia bisa melihat orang yang menulis cerita ini mendapat jodoh
yang tepat dan sukses nantinya :’)
TERUNTUK
I
MANYA
Senin sore, 17:34, Barata
(Afiah)
0 komentar:
Posting Komentar