RESENSI
“ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI”
Cerita
ini berasal dari ketidakadilan dan kembali dengan akhir ketidakadilan. Hidup di
Ibukota bukanlah hal yang gampang, lapangan kerja tak mampu menampung sekian
banyak orang yang mendaftar, contohnya saja muluk (Reza Rahardian) seorang
sarjana manajemen yang hidupnya terkatung-katung karena belum memiliki
pekerjaan, hidup di antara celaan orang-orang di lingkungannya sehingga banyak
yang mengatakan bahwa “pendidikan itu tidak penting, pendidikan hanya mendatangkan
sarjan-sarjana yang tak berguna”. Muluk yang merasa terintimidasi mulai mencari
pekerjaan ke sana kemari demi sebuah status agar tak menjadi celaan. Namun
sayang, hidup itu memang kadang kejam, tidak ada perusahaan yang membutuhkan
sarjana manajemen sekarang ini seperti dirinya. Hingga muncul dalam
benaknya untuk memulai usaha saja. Muluk
yang pengangguran termotivasi untuk mencari kerja karena ingin melamar Rahma,
anak dari H. Sarbini. Namun haji Sarbini belum menyetujui karena Muluk belum
memiliki perkerjaan, di saat yang sama muluk memiliki saingan bernama Jupri,
calon anggota DPR. Antara haji Sarbini (Ayah Rahma) dengan haji Makbul (ayah
Muluk) memilik persepsi berbeda tentang penting atau tidaknya pendidikan.
Menurut haji sarbini pendidikan adalah hal yang tidak penting, karena banyak
sarjana yang hanya menjadi pengangguran setelah mendapat gelar sarjananya,
sementara menurut haji makbul, pendidikan adalah sesuatau yang sakral, tanpa
pendidikan seseorang tak akan dapat menyelesaiakan suatu masalah.
Pada
suatu hari saat melintasi pasar, muluk bertemu dengan seorang pencopet, dia
segera mengejar copet itu dan menangkapnya dari belakang. Muluk yang kesal
berkata bahwa nasib pencopet itu sangat enak, di luar sana banyak yang susah
payah mencari kerja seperti dirinya sementara di sini ada pencopet cilik yang
dengan mudahnya mendapatkan uang. Namun pencopet itu menyangkal “kalau kami
pengemis baru minta-minta, tapi saya pencopet bang” sebuah pernyataan yang
membuat muluk tercengang. Muluk kembali mencari pekerjaan dari satu perusaahn
ke perusahaan lainhya demi sebuah pengakuan dari orang-orang di sekelilingnya.
Sampai
pada suatu hari Muluk tak sengaja kembali bertemu dengan pencopet yang dulu
dipergokinya, mereka terlibat percakapan yang membawa muluk ke temapt tinggal
anak itu. Muluk terlibat perjanjian dengan bos pencopet. Sebuah perjanjian yang
nantinya akan mengubah segalanya. Jarot (bos pencopet) setuju dengan ide muluk
untuk memberdayakan anak buahnya dengan gaji 10% dari penghasilan mereka
mencopet, muluk juga berencana untuk mengajarkan mereka untuk menulis dan
membaca. Namun dari sekian banyak pencopet, banyak yang memilik sudut pandang
berbeda terhadap muluk, ada yang mengtakan muluk adalah dewa penolong, namun
ada juga yang memberi tanggapan bahwa muluk hanya merusak pekerjaan mereka
“kenapa juga harus belajar membaca, hidup kami sudah enak dari hasil mencopet”.
Namun muluk tidak gentar, setelah mengantono izin dari bang jarot, dia segera
melaksanakan misinya.
Untuk
memaksimalkan misinya, muluk meminta bantuan kepada samsul, sarjana pendidikan
yang setiap harinya hanya bermain gaplek, dan pipit anaka dari haji rahmat yang
setiap hari pekerjaanya mencari peruntungan dari kuis kuis di televisi. Setiap
hari samsul dan pipit mengajari para pencopet itu membaca dan mengaji, mereka
dengan sabar membagi tugas agar anak-anak itu dapat mengerti dan tidak lagi
menjadi penentang. Sementara muluk kembali dengan misinya untuk memberdayakan
uang darei hasil mencopet itu, dia menabung setiap sen uang yang mereka dapatkan,
tak ada yang tau berapa uang yang sudah terkumpul. Hingga pada akhirnya muluk
dkk menyampaikan maksudnya untuk mengajari para pencopet tersebut untuk
mengasong, muluk menyediakan 6 kotak asongan yang telah terisi. Lambat laun
haji makbukl dan haji rahmat penasaran dengan pekerjaan dengan pekerjaan
anak-anak mereka, mereka penasaran pemberdayaan sumber daya manusia itu
sebenarnya seperti apa. Alangkah terkejutnya mereka ketika mereka tahu bahwa
uang yang didapatkan anak-anak mereka selama ini adalah uang haram hasil dari
mencopet. Mereka kecewa, marah, dan merasa gagal menjadi seorang ayah yang
tugasnya mendidik. Akhirnya muluk, pipit, dan samsul menyatakan mundur dari
proyek ini, mereka merasa bersalah, sementara anak-anak pencopet merasa
tergugah dengan usaha ketiganya selama ini mengajari mereka. Muluk menyerahkan
buku tabungan hasil mencopet selama ini kepada bang jarot yang isinya 21 juta,
dan 1 buah motor yang selama ini dipakainya untuk dinas, sebuah hasil besar
dari para pencopet cilik.
Dan
keadaan kembali seperti semula, samsul kembali bermain gaplek dengan
teman-teman pecundagnya, pipit kembali duduk manis di depan televisi,
sememntara muluk mengikuti keinginan sang ayah untuk belajar menyetir mobil.
Sebagian dari para pecopet cilik itu, akhirnya
memutuskan untuk mengasong walaupun mereka sadar bahwa pendapatany ang mereka
terima tak lagi sebanyak dulu. Namun, saat mereka sedang asyik-asyiknya
menjajakan dagangan mereka di jalana, para pamong praja datang untuk merazia
para pedagang kaki lima dan pedagang liar. Mereka terus berlari, berlari dan
bersembunyi. Muluk yang kebetulan sedang belajar menyetir di area tersebut
berang kepada para pamong praja yang menurutnya kurang kerjaan “ kenapa bapak
hanya mengejar para pengasong kecil itu, sementara di sana banyak koruptor yang
mengisap uang rakyat, ini tidak adil!!. Kalau kalian mau tangkap saya saja,
jangan mereka”. Para petugas merasa bingung dan akhirnya menyeret muluk.
Akhirnya muluk ditangkap petugas, dari kejauhan anak anak pengasong terharu
atas aksi muluk. Mereka lari mengejar mobil petugas sambil meneriakkan nama
muluk disertai tangisan. Semenatar muluk hanya mengacungkan jempol tanda dia
tidak apa-apa. Sebuah ketidakadilan yang betul-betul menggugah.
0 komentar:
Posting Komentar