Pages

Minggu, 23 September 2018

Analisis Dimensi Sosiologi pada Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” Karya Ahmad Tohari



Analisis Dimensi Sosiologi pada Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” Karya Ahmad Tohari

A.      Latar Belakang
Secara umum, sastra mencakup dua bidang, yakni bidang karya sastra dan bidang ilmu sastra. Kedua bidang tersebut saling berkait. Karya sastra muncul lebih dahulu dibandingkan ilmu sastra. Dengan kata lain ilmu sastra muncul setelah ada karya sastra. Ilmu sastra ada karena adanya karya sastra.
Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengantar serta refleksinya terhadap gejala-gajala sosial di sekitarnya (Ismanto, 2003: 59).  Oleh karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Pengarang mencoba menghaslkan pandangan dunianya tentang realitas sosial di sekitarnya untuk menunjukkan sebuah karya sastra berakar pada kultur tertentu dan masyarakat tertentu. Sebuah karya sastra merupakan hasil refleksi dari berbagai bidang kehidupan sehingga menghasilkan sesuatu yang bernilai seni sekaligus bernilai jual.
Ronggeng Dukuh Paruk merupakan novel fenomenal di mana di dalamnya ada unsur adat istiadat yang masih sangat kental, penokohan yang dibuat sedetail mungkin, hingga lingkungan yang dibuat sehidup mungkin. Di Novelnya kali ini, Ahmad Tohari menggunakan kata-kata kasar dan tak senonoh untuk menambah kesan hidup pada karakter dan lingkungannya. Dukuh Paruk sebagai sebuah gerumbuk kecil di tengah padang yang amat luas. Dengan daerah pemukiman terdekat, Dukuh Paruk hanya dihubungkan oleh jaringan pematang sawah, hamper dua kilometer panjangnya. Dukuh Paruk, kecil dan menyendiri. Dukuh Paruk yang menciptakan kehidupannya sendiri (Ronggeng Dukuh Paruk, hal 4, format Pdf). Di situ tergambar jelas unsur lingkungan sosialnya yang masih terbelakang dan anti sosial. Tak hanya itu penggalan di atas diperkuat dengan kalimat selanjutnya, Dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan itu, dihuni oleh orang-orang seketurunan. Konon, moyang semua orang Dukuh Paruk adalah Ki Secamenggala, seorang bromocorah yang sengaja mencari daerah paling sunyi sebagai tempat menghabiskan riwayat keberandalannya. Di Dukuh Paruk inilah akhirnya Ki Secamenggala menitipkan darah dagingnya (Ronggeng Dukuh Paruk, hal 4 format Pdf)  yang menambah kesan, betapa pandangan hidup orang Dukuh Paruk sangat berbeda dengan orang-orang di luar Dukuhnya.
Ronggeng Dukuh Paruk adalah sebuah novel yang menceritakan kehidupan seorang ronggeng yang bernama Srintil. Novel ini berlatar tempat di Dukuh Paruk. Dukuh Paruk merupakan sebuah kampung terpencil yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Dawuhan. Sedangkan, latar waktunya adalah sekitar tahun 1965-an. Srintil konon adalah titisan dari moyangnya sehingga tanpa kursuspun bahkan sampai menutup mata sekalipun Dia bisa menari dengan baik dan kenes (lincah dan menawan hati). Srintil yang masih belia (11 tahun) diperlakukan dengan baik bahkan dipuji oleh orang-orang didesanya, tanpa orang-orang tersebut tahu, Srintil harus menanggung beban berat dipundaknya untuk menjadi seorang Ronggeng Dukuh Paruk. Novel ini tak banyak mengambil latar di luar Dukuh Paruk.
Selain itu ada pula Rasus yang sangat mengagumi Srintil dan membayangkan sosok Emak (Ibu) yang tak Dia ingat wajahnya itu ada pada diri Srintil yang anggun dan cantik. Namun Rasus sepertinya harus menelan pil kekecewaan saat Kartareja sebagai orang yang dituakan dan dihormati di Dukuh Paruk membuat hilang akal sehatnya. Dari orang-orang Dukuh Paruk pula aku tahu syarat terakhir yang harus dipenuhi oleh Srintil bernama bukak-klambu. Berdiri bulu kudukku setelah mengetahui macam apa persyaratan itu. Bukak-klambu adalah semacam sayembara, terbuka bagi laki-laki mana pun. Yang disayembarakan adalah keperawanan calon ronggeng. Laki-laki yang dapat menyerahkan sejumlah uang yang ditentukan oleh dukun ronggeng, berhak menikmati virginitas itu. Keperawanan Srintil disayembarakan. Bajingan! Bajul buntung! Pikirku (Ronggeng Dukuh Paruk, hal 46, format Pdf). Secara tidak langsung Kartareja sedang mengadakan jual beli Srintil kepada pemuda-pemuda berduit dan hidung belang di luar sana.
Dimensi sosiologi (meliputi latar belakang kemasyarakatan misalnya status sosial, pendidikan, pekerjaan, peranan dalam masyarakat, kehidupan pribadi, pandangan hidup, agama, hobby, dan sebagainya) novel Ronggeng Dukuh Paruk sangat bisa dirasakan dan terkesan hidup, walaupun tak dapat dipungkiri dimensi fisiologi dan dimensi psikologi juga sangat berperan. Maka dari itu, penulis tertarik mengangkat judul Analisis Dimensi Sosiologi Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” Karya Ahmad Tohari.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dengan demikian dirumuskan permasalahan dalam analisis adalah, bagaimana dimensi sosiologi, dalam hal ini latar belakang kemasyarakatan (pendidikan, pekerjaan, peranan dalam masyarakat, kehidupan pribadi, pandangan hidup, agama, hingga kesenangan) orang-orang Dukuh Paruk dalam menjalani kehidupan sehari-hari seperti yang digambarkan Ahmad Tohari?

C.      Tujuan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dimensi sosiologi, dalam hal ini latar belakang kemasyarakatan (pendidikan, pekerjaan, peranan dalam masyarakat, kehidupan pribadi, pandangan hidup, agama, hingga kesenangan) orang-orang Dukuh Paruk dalam menjalani kehidupan sehari-hari seperti yang digambarkan Ahmad Tohari.

D.      Manfaat penelitian
1.        Manfaat Praktis
Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari patut menjadi bahan pembelajaran dan pertimbangan yang baik dalam dunia pembelajaran maupun dunia sastra yang luas, walaupun ada beberapa kata cabul didalamnya tapi tak melunturkan nilai memikat dari penyampain Ahmad Tohari yang mebgitu luwes. Dengan membaca novel tersebut khususnya mendalami dimensi sosiologi novel Ronggeng Dukuh Paruk, pembaca sekalian dapat merasakan lingkungan adat yang luar biasa serta pembelajaran yang tak kalah menarik yang termuat didalamnya.
2.        Bagi Teoteris
Manfaat teoretis dari skripsi ini yaitu,  memeroleh pengetahuan baru tentang dimensi sosiologi novel Ronggeng Dukuh Paruk, selain itu penulis juga menyadari banyak hal di luar sana yang sangat istimewa tapi kadang terlupakan, yaitu adat dan budaya. Membaca langsung novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari seakan menarik penulis ke tahun 1965, latar pada novel ini yang oenuh intrik mistis hingga pertikaian dan kematian. Selain itu, memberi dorongan kepada peneliti selanjutnya untuk melaksanakan penelitian sejenisnya.


0 komentar:

Posting Komentar

 

(c)2009 AFIAH. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger