Hujan… banyak
yang bilang hujan itu adalah penanda kenangan. Entah mengapa saat rinainya
turun membasahi bumi terkuak jugalah beberapa memori yang bisa menghangatkan
hati. Ahh… Aku sangat menikmati hujan, apalagi di kala sore yang menurutku
sangat manis. Desember basah, ya bulan penghujung tahun ini selalu saja menjadi
bulan yang basah.
Aku baru saja
membersihkan halaman saat rinai itu turun perlahan-lahan, begitu tenang dan
romantis, ditemani segelas teh manis hangat Aku duduk di beranda rumah dengan
bersenandung riang. Banyak pertanyaan yang muncul dibenakku saat hujan ini
turun, dan Aku juga banyak membaca beberapa ungkapan dan kata romantis mengenai
hujan. Bagi sebagian orang hujan itu
mungkin menghalangi, tapi mereka mungkin juga tak tahu, tanpa turunnya hujan
mereka tak akan melihat pelangi, itulah salah satu pengibaratan bahwa di balik
kesusahan pasti ada hikmah yang menanti.
Hujan
dan senja bersenandung sayu, jingganya malu untuk menyemburat, tak seperti hari
biasanya, saat hujan turun senja lebih senang bersembunyi di gumpalan awan yang
berarak hitam, dia lebih senang menari di balik sana sambil berdansa dengan
sepotong jingga. Mungkin saatnya senja untuk bersenang-senang. Saat hujan awan
biru juga seakan enggan untuk terbangun, dia sedang menikmati masa hibernasinya
seolah-olah dia adalah beruang, dan kalaupun dia muncul mungkin hanya untuk
menyapa para penghuni langit. Sedangkan matahari? Ya matahari juga sebenarnya
sedang melakukan perjalanan jauh, dia menyempatkan diri untuk berlibur
berkeliling, karena dia tak ingin mengganggu Desember yang sedang basah.
Lihatlah hujan, betapa semua riang menyapamu, engkau mampu menyeimbangkan
semuanya.
Desember basah, disertai angin yang kadang tak menentu
arahnya bahkan kadang terlalu kencang untuk tubuh kumuhku. Aku memang suka
hujan tapi Aku tak terlalu terbuka dengan angin di kala hujan, Dia terburu-buru
dan seakan-akan baru mendapatkan mangsa.. semua dia libas. Angin tidak hanya
menari tapi dia berjingkrak-jingkrak berkeliling mengitari langit yang basah
sehingga dia tak tahu tubuh kecilku menggigil karena pusarannya.
Perapian itu menjadi saksi bisu Aku sangat menikmatimu
wahai air langit. Walaupun angin “agak” jahil menggelitik awan tapi Aku tak
bisa apa-apa terhadap kesenangannya. Ah.. lagi-lagi Aku tak bisa menyembunyikan
senyum simpulku. Kurapatkan tubuhku kepadamu yang mengajarkanku mencintai
hujan, kau mengusap lembut rambutku, dan sepertinya sebentar lagi Aku akan
terlelap dalam balutan air langit yang bernyanyi bergandengan riang di luar
sana, dan Akupun tertidur dipelukanmu malam ini. Selamat malam wahai sang
Rinaiku!
NUR’ AFIAH
18:04, Dimensi Di Kala
Hujan.
Makassar, 03 Januari 2014
3 komentar:
brrrrrr
hahaha, kenapa bde?
dingin krna yg d bahas hujan,hujan dan hujan
Posting Komentar