Pages

Senin, 08 Desember 2014

HUJAN



Hujan… banyak yang bilang hujan itu adalah penanda kenangan. Entah mengapa saat rinainya turun membasahi bumi terkuak jugalah beberapa memori yang bisa menghangatkan hati. Ahh… Aku sangat menikmati hujan, apalagi di kala sore yang menurutku sangat manis. Desember basah, ya bulan penghujung tahun ini selalu saja menjadi bulan yang basah.
Aku baru saja membersihkan halaman saat rinai itu turun perlahan-lahan, begitu tenang dan romantis, ditemani segelas teh manis hangat Aku duduk di beranda rumah dengan bersenandung riang. Banyak pertanyaan yang muncul dibenakku saat hujan ini turun, dan Aku juga banyak membaca beberapa ungkapan dan kata romantis mengenai hujan. Bagi sebagian orang hujan itu mungkin menghalangi, tapi mereka mungkin juga tak tahu, tanpa turunnya hujan mereka tak akan melihat pelangi, itulah salah satu pengibaratan bahwa di balik kesusahan pasti ada hikmah yang menanti.
Hujan dan senja bersenandung sayu, jingganya malu untuk menyemburat, tak seperti hari biasanya, saat hujan turun senja lebih senang bersembunyi di gumpalan awan yang berarak hitam, dia lebih senang menari di balik sana sambil berdansa dengan sepotong jingga. Mungkin saatnya senja untuk bersenang-senang. Saat hujan awan biru juga seakan enggan untuk terbangun, dia sedang menikmati masa hibernasinya seolah-olah dia adalah beruang, dan kalaupun dia muncul mungkin hanya untuk menyapa para penghuni langit. Sedangkan matahari? Ya matahari juga sebenarnya sedang melakukan perjalanan jauh, dia menyempatkan diri untuk berlibur berkeliling, karena dia tak ingin mengganggu Desember yang sedang basah. Lihatlah hujan, betapa semua riang menyapamu, engkau mampu menyeimbangkan semuanya.
Desember basah, disertai angin yang kadang tak menentu arahnya bahkan kadang terlalu kencang untuk tubuh kumuhku. Aku memang suka hujan tapi Aku tak terlalu terbuka dengan angin di kala hujan, Dia terburu-buru dan seakan-akan baru mendapatkan mangsa.. semua dia libas. Angin tidak hanya menari tapi dia berjingkrak-jingkrak berkeliling mengitari langit yang basah sehingga dia tak tahu tubuh kecilku menggigil karena pusarannya.
Perapian itu menjadi saksi bisu Aku sangat menikmatimu wahai air langit. Walaupun angin “agak” jahil menggelitik awan tapi Aku tak bisa apa-apa terhadap kesenangannya. Ah.. lagi-lagi Aku tak bisa menyembunyikan senyum simpulku. Kurapatkan tubuhku kepadamu yang mengajarkanku mencintai hujan, kau mengusap lembut rambutku, dan sepertinya sebentar lagi Aku akan terlelap dalam balutan air langit yang bernyanyi bergandengan riang di luar sana, dan Akupun tertidur dipelukanmu malam ini. Selamat malam wahai sang Rinaiku!

NUR’ AFIAH
18:04, Dimensi Di Kala Hujan.
Makassar, 03 Januari 2014

3 komentar:

Unknown mengatakan...

brrrrrr

AfiahPratama mengatakan...

hahaha, kenapa bde?

Unknown mengatakan...

dingin krna yg d bahas hujan,hujan dan hujan

Posting Komentar

 

(c)2009 AFIAH. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger