Pages

Sabtu, 26 November 2016

RESENSI FILM #ALANGKAHLUCUNYANEGERIINI

RESENSI
“ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI”
Cerita ini berasal dari ketidakadilan dan kembali dengan akhir ketidakadilan. Hidup di Ibukota bukanlah hal yang gampang, lapangan kerja tak mampu menampung sekian banyak orang yang mendaftar, contohnya saja muluk (Reza Rahardian) seorang sarjana manajemen yang hidupnya terkatung-katung karena belum memiliki pekerjaan, hidup di antara celaan orang-orang di lingkungannya sehingga banyak yang mengatakan bahwa “pendidikan itu tidak penting, pendidikan hanya mendatangkan sarjan-sarjana yang tak berguna”. Muluk yang merasa terintimidasi mulai mencari pekerjaan ke sana kemari demi sebuah status agar tak menjadi celaan. Namun sayang, hidup itu memang kadang kejam, tidak ada perusahaan yang membutuhkan sarjana manajemen sekarang ini seperti dirinya. Hingga muncul dalam benaknya  untuk memulai usaha saja. Muluk yang pengangguran termotivasi untuk mencari kerja karena ingin melamar Rahma, anak dari H. Sarbini. Namun haji Sarbini belum menyetujui karena Muluk belum memiliki perkerjaan, di saat yang sama muluk memiliki saingan bernama Jupri, calon anggota DPR. Antara haji Sarbini (Ayah Rahma) dengan haji Makbul (ayah Muluk) memilik persepsi berbeda tentang penting atau tidaknya pendidikan. Menurut haji sarbini pendidikan adalah hal yang tidak penting, karena banyak sarjana yang hanya menjadi pengangguran setelah mendapat gelar sarjananya, sementara menurut haji makbul, pendidikan adalah sesuatau yang sakral, tanpa pendidikan seseorang tak akan dapat menyelesaiakan suatu masalah.
Pada suatu hari saat melintasi pasar, muluk bertemu dengan seorang pencopet, dia segera mengejar copet itu dan menangkapnya dari belakang. Muluk yang kesal berkata bahwa nasib pencopet itu sangat enak, di luar sana banyak yang susah payah mencari kerja seperti dirinya sementara di sini ada pencopet cilik yang dengan mudahnya mendapatkan uang. Namun pencopet itu menyangkal “kalau kami pengemis baru minta-minta, tapi saya pencopet bang” sebuah pernyataan yang membuat muluk tercengang. Muluk kembali mencari pekerjaan dari satu perusaahn ke perusahaan lainhya demi sebuah pengakuan dari orang-orang di sekelilingnya.
Sampai pada suatu hari Muluk tak sengaja kembali bertemu dengan pencopet yang dulu dipergokinya, mereka terlibat percakapan yang membawa muluk ke temapt tinggal anak itu. Muluk terlibat perjanjian dengan bos pencopet. Sebuah perjanjian yang nantinya akan mengubah segalanya. Jarot (bos pencopet) setuju dengan ide muluk untuk memberdayakan anak buahnya dengan gaji 10% dari penghasilan mereka mencopet, muluk juga berencana untuk mengajarkan mereka untuk menulis dan membaca. Namun dari sekian banyak pencopet, banyak yang memilik sudut pandang berbeda terhadap muluk, ada yang mengtakan muluk adalah dewa penolong, namun ada juga yang memberi tanggapan bahwa muluk hanya merusak pekerjaan mereka “kenapa juga harus belajar membaca, hidup kami sudah enak dari hasil mencopet”. Namun muluk tidak gentar, setelah mengantono izin dari bang jarot, dia segera melaksanakan misinya.
Untuk memaksimalkan misinya, muluk meminta bantuan kepada samsul, sarjana pendidikan yang setiap harinya hanya bermain gaplek, dan pipit anaka dari haji rahmat yang setiap hari pekerjaanya mencari peruntungan dari kuis kuis di televisi. Setiap hari samsul dan pipit mengajari para pencopet itu membaca dan mengaji, mereka dengan sabar membagi tugas agar anak-anak itu dapat mengerti dan tidak lagi menjadi penentang. Sementara muluk kembali dengan misinya untuk memberdayakan uang darei hasil mencopet itu, dia menabung setiap sen uang yang mereka dapatkan, tak ada yang tau berapa uang yang sudah terkumpul. Hingga pada akhirnya muluk dkk menyampaikan maksudnya untuk mengajari para pencopet tersebut untuk mengasong, muluk menyediakan 6 kotak asongan yang telah terisi. Lambat laun haji makbukl dan haji rahmat penasaran dengan pekerjaan dengan pekerjaan anak-anak mereka, mereka penasaran pemberdayaan sumber daya manusia itu sebenarnya seperti apa. Alangkah terkejutnya mereka ketika mereka tahu bahwa uang yang didapatkan anak-anak mereka selama ini adalah uang haram hasil dari mencopet. Mereka kecewa, marah, dan merasa gagal menjadi seorang ayah yang tugasnya mendidik. Akhirnya muluk, pipit, dan samsul menyatakan mundur dari proyek ini, mereka merasa bersalah, sementara anak-anak pencopet merasa tergugah dengan usaha ketiganya selama ini mengajari mereka. Muluk menyerahkan buku tabungan hasil mencopet selama ini kepada bang jarot yang isinya 21 juta, dan 1 buah motor yang selama ini dipakainya untuk dinas, sebuah hasil besar dari para pencopet cilik.
            Dan keadaan kembali seperti semula, samsul kembali bermain gaplek dengan teman-teman pecundagnya, pipit kembali duduk manis di depan televisi, sememntara muluk mengikuti keinginan sang ayah untuk belajar menyetir mobil.

Sebagian dari para pecopet cilik itu, akhirnya memutuskan untuk mengasong walaupun mereka sadar bahwa pendapatany ang mereka terima tak lagi sebanyak dulu. Namun, saat mereka sedang asyik-asyiknya menjajakan dagangan mereka di jalana, para pamong praja datang untuk merazia para pedagang kaki lima dan pedagang liar. Mereka terus berlari, berlari dan bersembunyi. Muluk yang kebetulan sedang belajar menyetir di area tersebut berang kepada para pamong praja yang menurutnya kurang kerjaan “ kenapa bapak hanya mengejar para pengasong kecil itu, sementara di sana banyak koruptor yang mengisap uang rakyat, ini tidak adil!!. Kalau kalian mau tangkap saya saja, jangan mereka”. Para petugas merasa bingung dan akhirnya menyeret muluk. Akhirnya muluk ditangkap petugas, dari kejauhan anak anak pengasong terharu atas aksi muluk. Mereka lari mengejar mobil petugas sambil meneriakkan nama muluk disertai tangisan. Semenatar muluk hanya mengacungkan jempol tanda dia tidak apa-apa. Sebuah ketidakadilan yang betul-betul menggugah.

Senin, 19 September 2016

METAFORA JATUH HATI


Orang bilang jatuh cinta hanya mengajarkan kita dua makna. Bersemi atau patah. Bersemi pada waktunya akan bersemi, di musim-musim tertentu yang banyak menggugurkan daun-daun yang jatuh tapi menenangkan. patah jika rantingnya sudah tak kuat lagi untuk menopang, akan jatuh pasrah tanpa perlawanan. Semesta hanya menyaksikan, tanpa perlu mencampuri yang tak semestinya.
Aku pernah sebegitu cintanya kepada seseorang, menyisakan senyum jika mengingat wajahnya, terlena oleh semua yang berhubungan dengannya. Aku begitu berbunga-bunga layaknya bunga di musim semi. Suatu siang, kami saling bertukar kabar di sosial media, tak ada pembicaraan berarti, hanya basa-basi yang selalu membuatku tak bisa melepas senyum. Aku baru tahu efek jatuh cinta ternyata sedahsyat ini, membuat perutku digelitiki ribuan kupu-kupu. Aku benar-benar terlena hingga lupa bahwa cinta bukan hanya tentang bahagia.
Kami menjalani hari-hari yang menurut kami bahagia, terlena satu sama lain. Selalu merasa dunia milik berdua dan kadang egois sendiri untuk kepentingan orang lain. Cinta begitu ajaib dan menghempas di satu sisi. Kalau ditanya aku mencintanya atau tidak, jawabannya sudah pasti iya. Ahhh… aku jatuh cinta.
Aku tak kenal apa itu dusta, aku juga belum mengenal kehilangan, aku begitu awam untuk semua hal yang bersifat “patah” sampai akhirnya hal itupun tiba. Aku yang sudah di awang-awang akhirnya terhempas sendiri. mereka-reka sendiri bagaimana akhirnya. Sekarang aku paham apa itu dusta dan apa itu patah. aku akhirnya akrab dengan keduanya.
Selama ini yang aku tahu aku satu-satunya tanpa mau peduli bahwa banyak orang ain di luar sana yang lebih. Aku terlalu terlena dengan kisah klasik yang kami bangun tanpa mau tahu bahwa dia benar-benar tulus atau tidak, aku terlalu terpaku dengan kebahagiaanku sendiri.
Aku patah. terhempas. Orang bilang patah hati itu membuat rongga dadamu kosong melompong, aku bisa merasakannya. Patah saat rantingmu tak lagi mampu untuk menahan beratmu, jatuh, dan semesta hanya bisa mengaminkan setiap doa yang mengalir dari tenggorokanmu. Cintaku tak lagi dipilih. Aku hanya sisa-sisa perasaan yang sempat tertinggal di rongga dadamu yang paling luar, gampang untuk kau buang. Karena aku hanya sisa-sisa kemunafikan yang terlena oleh rasamu yang sesaat. Selamat tinggal. Aku menyesal.




 AFIAH

Senin, 02 Mei 2016

SEMIOTIK DALAM PUISI “AKU INGIN” KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO



NUR’ AFIAH
105 337 017 12
VI B

SEMIOTIK DALAM PUISI “AKU INGIN” KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO
Analisis semiotik memandang karya sastra, dalam hal ini puisi, sebagai sistem tanda yang bermakna. Tiap-tiap fenomena (unsur puisi) diyakini mempunyai makna atau arti, sehingga menganalisis puisi sampai menemukan makna yang dimaksud merupakan suatu keharusan. Kecuali itu fungsi estetik setiap unsur dalam puisi juga perlu dibahas. Semiotik yang dimaksud di sini antara lain: (1) komponen tanda (lambang/simbol, makna), (2) tingkatan tanda (denotasi/konotasi), (3) relasi antar tanda (metafora).

1.        Komponen Tanda (lambang atau simbol, makna)

Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

a.        Lambang atau simbol
Lambang atau simbol yang dimaksud adalah mencintaimu, sederhana,  kayu, api, abu, awan, hujan, dan tiada
b.        Makna
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Sederhana menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) 1 bersahaja; tidak berlebih-lebihan: hidupnya selalu –; 2 sedang (dl arti pertengahan, tidak tinggi, tidak rendah, dsb): harga –; 3 tidak banyak seluk-beluknya (kesulitan dsb); tidak banyak pernik; lugas.Artinya, Aku-Lirik ingin mencintai sesorang dengan cara yang tidak berlebihan, sedang dan secara tulus, apa adanya dan hanya untuk seseorang yang ia cintai. Dengan kata yang tak sempat diucapkan Kayu kepada api yang menjadikanya abu. Kata-kata ini memunculkan pengertian bahwa ‘Aku-lirik’ tidak sempat mungungkapkan perasaan cintanya kepada orang yang ia cintai. Hal ini diperjelas dengan kata kayu yang telah menjadi abu. Begitu juga dengan bait berikutnya Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Bait ini mempunyai pengertian hampir sama dengan yang sebelumnya, yaitu tentang keterlambatan seseorang dalam mengungkapkan isi hatinya kepada orang yang ia cinta. Jadi, saya bisa menarik kesimpulan puisi ini bercerita tentang keterlambatan seseorang dalam mengungkapkan isi hatinya kepada orang yang ia cinta. Saat ia ingin mencintai orang dengan sederhana namun ia terlambat untuk mengungkapkannya, mungkin karena berbagai faktor yang menjadi  kendala sehingga kesempatan itu hilang begitu saja.
2.        Tingkatan Tanda
Tingkatan tanda adalah cara pengombinasian tanda serta aturan yang melandasinya, kemungkinan untuk dihasilkan makna sebuah teks baru.
Tingkatan Tanda Denotasi Terdapat pada Kata :
Kata  Mencintaimu berasal dari kata cinta yang berarti meyukai, mengasihi, dan menaruh hati kepada seseorang. Sederhana menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)berarti  bersahaja atau tidak berlebih-lebihan. Kayu  berarti pohon yang batangnya keras atau bagian batang (cabang, dahan) yang pokonya keras. Kata Api berarti panas dan cahaya dari sesuatu yang terbakar, berkobar, serta menggelora. Abu yaitu material padat setelah pembakaran oleh api. Sedangkan Awan berarti massa yang dapat dilihat dari tetesan air atau Kristal beku, tergantung di atmosfer di atas permukaan bumiatau permukaan planet lain. Dan Hujan adalah titik-titik yang berjatuhan dari udara karena proses pendinginan. Serta Tiada yang berarti hilang, mati, lenyap (tidak ada).
Tingkatan Tanda Konotasi Terdapat pada Kata :
Menurut hemat saya, jika dirunut berdasarkan kata per kata, maka makna konotasi tak akan Nampak. Namun, jika dirunut berdasarkan penggalang kalimat di beberapa bait, maka akan nampak makna kiasan. Puisi ini menggunakan majas personifikasi, yaitu semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan (pelambangan). Tergambar pada kalimat Dengan kata yang tak sempat diucapkan Kayu kepada api yang menjadikanya abu yang berarti apabila kayu telah dilalap api maka yang tertinggal hanya abu atau sia-sia belaka.  Dari pernyataan puisi tersebut, dapat dilihat bahwa bagaimana Sapardi menggunakan bahasa yang begitu sederhana namun mampu menorehkan arti yang dalam dan sangat berkesan.
3.        Relasi Antar Tanda
Relasi antar tanda yang meliputi metafora dalam puisi “Aku Ingin” yaitu:
Kayu kepada api yang menjadikanya abu dan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada yang berarti sesuatu yang sia-sia. Keduanya merupakan metafora yan mengandaikan keterlambatan sehingga mengakibatkan penyesalan. Keduanya saling berkaitan dan memiliki kesamaan arti jika dimaknai dengan benar. 









I MANYA

Tulisan beberapa tahun yang lalu dan baru sempat tertuang di sini.



Sepertinya aku merasakan apa yang dia rasakan. Merasa terasingkan mungkin, kesepian sudah pasti, bahkan merasakan sesak di dada yang selalu menghimpit kapanpun rasa itu mau muncul. Karena rasa itu muncul dengan semaunya, seperti pula cinta dan penderitaan.
Pernah membayangkan menjadi janda yang hanya mempunyai 2 anak dan anaknya tepisah jarak olehnya. Pasti sakit. Selalu merasa kesepian. Setiap hari dia harus bekerja sendiri karena tak ada yang bisa dimintai tolong, semuanya dikerjakan serba sendiri. Hingga wajahnya pun terlihat lebih tua daripada umurnya. Dia keriput dan jalannya mulai tertatih-tatih, kerutan di wajahnya terlihat penuh dengan beban. Tapi dia masih bisa tersenyum, walaupun terkadang senyum itu senyum palsu yang berusaha dia aslikan.
Tinggal di daerah pedalaman membuatnya susah untuk selalu pergi ke mana-mana. Tinggal bersama sang anak pun rasanya lain. Tak ingin memberatkan dan tak ingin meninggalkan gubuk tuanya yang sudah semakin lapuk. Kasihan dia, wanita tegar yang berdiri di ufuk barat sambil memanggul kayu bakar untuk memasak. Malam-malamnya pun mungkin tak kalah kelamnya. Aku berharap tak mencekam tapi rasa kesepian tak bisa dicegah, tidur ditemani temaram lampu 5 watt dan berbagai suara di sekitarnya yang setia menemani. Paginya mungkin monoton, berteman sepi dan berkawan hening. Hiburannya mungkin hanya televisi dan radio penghambat sunyi.
Sayang, dia selalu menolak ajakan anaknya untuk tinggal bersama. Dia tidak mau, sesekali cucunya datang untuk berkunjung dan bermalam, dia merasa sangat bahagia, walaupun tak ditampakkan tapi dalam hatinya dia pasti sangat senang. Tapi, saat cucu maupun anaknya hendak pulang ada rasa lain yang menghampiri hatinya, rasa mencekam! Ternyata rasa itu hanya sementara elu-nya.
”Aku hanya wanita tua yang berharap anak-anak dan cucu-cucuku baik-baik saja, semoga nasibnya tak sepertiku yang dicampakkan. Aku sudah bersyukur punya mereka, dan semoga mereka selalu mengingatku. Di setiap do’aku aku selalu menyisipkan nama anak cucuku di dalamnya. Sebuah do’a tulus Ibu untuk anak-anaknya. Mungkin aku sudah renta, dan aku sadar aku semakin dekat dengan ajalku. Tapi keinginanku sederhana Tuhan, bahagiakan mereka yang kusayang, aku sudah sangat bahagia melihat mereka sudah menemukan jodohnya yang tepat. Tak sepertiku yang dimadu. Aku bersyukur anak-anakku semuanya baik, cucu-cucuku juga baik dan sehat-sehat. Kalau ada waktu dan rindu sudah membebaniku aku selalu menjenguk mereka, aku bangga punya mereka semua”.
Tapi, dia tetap wanita kuat. Lebih kuat dari batu karang yang terhempas. Semoga wanita itu baik-baik saja. Semoga malam-malamnya selalu diisi dengan doa-doanya yang penuh ketulusan, semoga saja dia selalu dalam lindungan Allah, dan semoga saja dia bisa melihat orang yang menulis cerita ini mendapat jodoh yang tepat dan sukses nantinya :’)


                                                                                                TERUNTUK
                                                                                                I MANYA
Senin sore, 17:34, Barata
(Afiah)
 

(c)2009 AFIAH. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger